1. Sanksi Internasional Terhadap Pelanggar HAM
Warga belajar
dan siswa—sekalian, Seperti kita ketahui, PBB merupakan lembaga
internasional yang beranggotakan hamper semua negara-negara yang ada di
dunia, dan Indonesia merupakan salah satu anggotanya. Dalam masalah Hak
Asasi Manusia, PBB telah mengupayakan menyelesaikan dan menyempurnakan “Rule of Producer” atau “Hukum Acara” bagi berfungsinya Mahkamah Internasional (Internasional Criminal Court/ICC)
yang status pembentukannya telah disahkan melalui Konferensi
Intenasional di Roma, Italia pada bulan Juni 1998. Yuridiksi ICC berlaku
atas kasus-kasus pelanggaran HAM dan kejahatan humaniter lainnya
seperti genocide, kejahatan perang, agresi dsb. Negara-negara anggota
PBB tidak secara otomatis terikat oleh yuridiksi ICC, tetapi melalui
pernyataan mengikatkan diri dan menjadi “pihak” pada statuta ICC. Saat
ini kedudukan ICC berada di Den Haag, Belanda, tetapi sidang-sidang
dapat diadakan di Negara lain sesuai kebutuhan.
Peradilan
Internasional HAM yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB sebagaimana
tercantum dalam Bab VII Piagam PBB, untuk mengadili kejahatan humaniter
sebagai berikut :
- Mahkamah Internasional untuk bekas Yugoslavia (International Criminal Tribunal for Former Yugoslavia) yang dibentuk pada thaun 1993 dan berkedudukan di Den Haag, Belanda.
- Mahkamah Internasional untuk Rwanda (International Tribunal for Rwanda) yang dibentuk apda tahun 1994 dan berkedudukan di Arusha, Tanzania, dan di Kagali, Rwanda.
Di Indonesia
sendiri pada zaman pemerintahan Presiden B.J. Habibie yang hanya 15
bulan, penghormatan dan pemajuan HAM telah menemukan momentum dengan
Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998 tentang HAM.
Proses Peradilan HAM Internasional
Terjadinya
pelanggaran Hak Asasi Manusia di berbagai belahan dunia menimbulkan
kesengsaraan penderitaan bagi banyak orang. Untuk itu dibutuhkan lembaga
peradilan yang bersifat internasional yang menjangkau yuridiksi atau
wilayah Negara-negara di dunia secara Internasional. Sebuah pengadilan
atau lembaga yang memiliki kekuasaan mengadili para penjahat kemanusiaan
perlu dibentuk dan diakui secara internasional. Dalam hal ini, Komisi
PBB untuk Hak Asasi Manusia yang terdiri dari 43 negara anggota
(dibentuk tahun 1991) bekerja keras melakukan pengkajian terhadap
pelanggaran-pelanggaran dalam suatu Negara atau secara global dilakukan
secara intensif. Hasil pengkajian komisi itu digunakan menghimbau secara
persuasif kepada Negara yang bersangkutan. Selain itu hasil kajian itu
juga dimuat dalam berita kemanusiaan tahunan (Year Book of Human Right)
yang disampaikan pada Sidang Umum PBB. Apabila dalam sidang umum
menyetujui diselesaikan melalui badan peradilan maka dengan rekomendasi
Dewan Keamana PBB menyerahkan penyelesaian kepaa Mahkamah
Internasional.
Sanksi terhadap
pelanggaran HAM bersekala internasional tergantung tingkat pelanggaran
dan hasil keputusan hakim, namun biasanya digolongkan sebagai berikut:
- Pelanggaran pemusnahan rumpun bangsa (Genoside): dipidana mati, penjara seumur hidup atau penjara 20 tahun paling singkat 2 tahun.
- Pelanggaran pembunuhan, penghilangan secara paksa; dipidana mati, penjara seumur hidup atau penjara 20 tahun paling singkat 3 tahun.
- Pelanggaran perbudakan, diskriminasi secara sistematis; dipenjara paling lama 12 tahun dan paling singkat 1 tahun
- Penganiayaan oleh pejabat mengakibatkan cacat fisik dan mental; dipidana mati, penjara seumur hidup, penjara paling lama 15 tahun paling sedikit 3 tahun.
Demkian tentang
sanksi Internasional atas Pelanggaran HAM, Semoga bermanfaat untuk
menambah ilmu pengetahuan kita tentang hukum dan penegakan HAM
internasional. Terimakasih.
2. Hukuman Mati Terhadap pelanggar HAM
Hukuman Mati di Indonesia selalu
memantik kontroversi yang cukup keras. Para pegiat Hak Asasi Manusia
memandang pengaturan dan penerapan hukuman mati justru bertentangan
dengan hak hidup suatu hak asasi manusia yang tidak dapat dicabut dalam kondisi apapun (non derogable rights) Hukuman Mati di Indonesia masih merupakan bagian dari pidana pokok yang
diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP).Dalam KUHP sendiri ada Sembilan jenis kejahat yang diancam dengan hukuman mati yaitu
- Makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden (Pasal 104 KUHP);
- Melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang (Pasal 111 Ayat 2 KUHP);
- Pengkhianatan memberitahukan kepada musuh di waktu perang (Pasal 124 Ayat 3 KUHP);
- Menghasut dan memudahkan terjadinya huru-hara (Pasal 124 bis KUHP);
- Pembunuhan berencana terhadap kepala negara sahabat (Pasal 140 Ayat 3 KUHP);
- Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP);
- Pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati (Pasal 365 Ayat 4 KUHP);
- Pembajakan di laut mengakibatkan kematian (Pasal 444 KUHP);
- Kejahatan penerbangan dan sarana penerbangan (Pasal 149 K Ayat 2 dan Pasal 149 O Ayat 2 KUHP).
Selain di KUHP, hukuman mati juga diatur oleh beberapa peraturan perundang – undangan di antaranya adalah
- Tindak Pidana Ekonomi ( UU No 7/Drt/1955 );
- Tindak Pidana Narkotika (UU No 35 Tahun 2009);
- Tindak Pidana Korupsi (UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001);
- Tindak Pidana terhadap Hak Asasi Manusia (UU No 39 tahun 1999);
- Tindak Pidana Terorisme ( UU Nomor 15 tahun 2003)
3. Konsekuensi jika suatu negara tidak Menegakkan HAM
Apabila suatu negara tidak mempunyai kemampuan dan kepedulian untuk
menegakkan dan melindungi HAM akan menerima konsekuensi dari dalam
negeri maupun dalam hubungannya dengan negara lain.
Konsekuensi dari dalam negeri, yakni kepercayaan warga negara terhadap pemerintah akan pudar dan merosot serta menimbulkan sikap apatis terhadap pemerintahannya sendiri. Dalam suatu negara demokrasiyang sistemnnya berlaku secara normal maka akan timbul usaha-usaha untuk mengganti pemerintahan secara konstitusional.
Apabila suatu negara dianggap tidak mampu menangani pelanggaran dan perilaku kejahatan Internasional, maka akan terjadi kemerosotan dan kepercayaan terhadap negara tersebut. Kesungguhan dan keseriusan penanganan pelanggaran hukum dan HAM manusia termasuk salah satu penilaian terhadap kreadibilitas negara itu di mata dunia. Kemerosotan dan menurunnya kepercayaan dunia terhadap suatu negara, akan berdampak pada penguculan kerjasama internasional negara yang bersangkutan dan pada akhirnya akan berdampak pada:
Konsekuensi dari dalam negeri, yakni kepercayaan warga negara terhadap pemerintah akan pudar dan merosot serta menimbulkan sikap apatis terhadap pemerintahannya sendiri. Dalam suatu negara demokrasiyang sistemnnya berlaku secara normal maka akan timbul usaha-usaha untuk mengganti pemerintahan secara konstitusional.
Apabila suatu negara dianggap tidak mampu menangani pelanggaran dan perilaku kejahatan Internasional, maka akan terjadi kemerosotan dan kepercayaan terhadap negara tersebut. Kesungguhan dan keseriusan penanganan pelanggaran hukum dan HAM manusia termasuk salah satu penilaian terhadap kreadibilitas negara itu di mata dunia. Kemerosotan dan menurunnya kepercayaan dunia terhadap suatu negara, akan berdampak pada penguculan kerjasama internasional negara yang bersangkutan dan pada akhirnya akan berdampak pada:
- Memperbesar pengangguran
- Memperlemah daya beli masyarakat
- Memperbesar jumlah anggota masyarakat miskin.
- Memperkecil income/ pendapatan nasional
- Merosotnya tingkat kehidupan masyarakat
- Kesulitan memperoleh bantuan dan mitra kerja negara asing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar